Keadaan yang Buruk di dalam Penjara
Ruth duduk di atas
lantai yang kotor. Perasaannya dipenuhi keinginan untuk memberontak karena
bau busuk yang begitu menyengat dan meliputi udara di dalam sel. Ruth tidak
bisa mengingat bau benda apa yang lebih busuk dari bau ruangan ini. Di
dalam sel ini tidak ada toilet, bahkan tidak ada satu lubang kecil untuk
pembuangan kotoran. Sedikitpun tidak tersedia air di tempat itu. Di Cina,
khususnya selama masa kebrutalan revolusi kebudayaan, para tahanan benar-benar
tidak diperhatikan.
Ruth bisa merasakan
binatang-binatang kecil merayapi tubuhnya seperti laba-laba, kecoa, dan
tikus. Nyamuk-nyamuk yang haus akan darah berdesingan di mana-mana. Kegelapan
meliputi tempat itu. Begitu gelapnya sampai Ruth tidak bisa melihat orang-orang
yang ada di sekelilingnya.
Pikirannya sedang melamunkan tiga orang anaknya, Daniel, 10, Joseph, 8, Mary, 5, yang ditinggal sendirian di rumah. Ruth bersama dengan suaminya, Michael, telah ditawan dan dimasukkan ke dalam sel tahanan.
Tragedi yang Mengenaskan
Dalam kegelapan
itu, tiba-tiba ada suara seorang teman yang bertanya, “Apakah kamu punya
anak?” Mendengar pertanyaan yang seakan-akan mengerti pikiran dan perasaannya,
Ruth menjawab, “Ya, ada tiga orang,” jawabnya. “Sebenarnya saya telah melahirkan
empat orang anak, namun seorang diantaranya telah mati,” lanjutnya. “Apa
yang telah terjadi?” Ruth tidak bisa menjawab. Untuk sesaat air matanya
mengalir membasahi pipinya. “Tuhan, tolonglah aku untuk mempermuliakan
Engkau dalam segala sesuatu,” dia berdoa.
Akhirnya, dia mulai
menceritakan kisah tragis yang menimpa anaknya ini. Dengan suara pilu dia
berkata, “Peter,” Ruth menyebut nama anaknya ini. “Tiga tahun yang lalu,
ketika dia berumur 11 tahun, rumah kami digeledah dan didatangi oleh Tentara
Merah (Red Guards). Ada beratus-ratus orang yang datang dan memeriksa tempat
kami. Mereka telah mengetahui bahwa saya dan suami saya adalah seorang
pemimpin dari banyak ‘gereja rumah’ di daerah itu. Mereka menendang roboh
pintu rumah kami, mengikat suami saya dan menggunduli kepala kami berdua.
Mereka menodongkan senjata di atas kepala kami dan berteriak: “Di mana
Alkitabmu? Di mana rekan-rekan yang bersamamu? Di mana kamu melakukan pertemuan?”
“Karena kami menolak
untuk menjawab, mereka mulai menghancurkan perabot-perabot rumah kami dan
seisi rumah kami diporak-porandakan. Untuk tiga hari tiga malam kami tidak
diijinkan makan, minum atau tidur. Mereka melihat empat orang anak kami
dan mereka membariskan mereka di atas bangku. Ketika anak kami kelelahan,
mereka memukuli mereka dan memerintahkan untuk terus berdiri di atas bangku.
Karena saya dan suami saya tidak mau menjawab saat ditanyai, maka tentara
Red Guard’s mulai menginterogasi anak-anak kami. Tetapi anak-anak kami
juga menolak untuk bekerja sama. Mereka mengetahui bahwa hidup atau mati,
mereka harus mengakui nama Tuhan Yesus – dan jangan pernah menyebutkan
nama atau identitas rekan-rekan pekerja Kristen yang lain.
Dengan kasar mereka
mulai memukuli anak kami lagi. Peter diseret keluar rumah dan giginya mulai
dicabuti. Dia dipukuli hingga berdarah. Akhirnya mereka melemparkan dan
meninggalkan tubuhnya yang sudah lumpuh di atas lantai. Suami saya dibawa
dan dipekerjakan secara paksa di kamp militer pekerja berat.”
“Saya segera membawa
Peter ke rumah sakit. Dokter mengatakan tidak ada harapan karena anak ini
telah banyak mengeluarkan darah. Saya diberitahu untuk mempersiapkan pemakaman
baginya. Mereka juga telah memberikan surat-surat yang diperlukan untuk
proses pemakaman.”
“Pihak yang berwewenang
mengijinkan suami saya untuk meninggalkan kamp kerja paksa untuk sesaat
dan menjenguk Peter di saat menit-menit terakhir sebelum Peter dijemput
Tuhan. Ketika melihat ayahnya datang, Peter sangat gembira. ‘Ayah dan ibu,’
katanya, ‘banyak orang yang mengenakan jubah hitam saat mereka mati, tetapi
saya ingin berpakaian jubah putih, supaya saya kelihatan indah saat bertemu
dengan Tuhan Yesus!’ Kami menangis dan sangat berduka karena dia. Dan kami
berdoa bersama-sama supaya nama Allah dipermuliakan.”
“Karena musim hujan
pada waktu itu maka semua jendela di tempat itu ditutup. Tetapi ketika
kami selesai berdoa satu jendela terbuka dan ada angin sejuk berhembus
masuk memenuhi ruangan. Roh penghibur datang memasuki hati kami. ‘Peter
berbisik perlahan, ‘Yesus telah datang untuk membawaku pulang. Selamat
tinggal.’ Wajahnya dipenuhi dengan sukacita. Bahkan dokter yang hadir saat
itu digerakkan untuk berkomentar, ‘Saya belum pernah melihat orang yang
mati penuh kedamaian seperti ini.’”
“Ketika kami pulang
ke rumah, anak-anak kami yang lebih muda dari Peter mengagetkan kami dengan
kegembiraan yang luar biasa. Mereka berkata, ‘Kami tidak bisa tidur, karena
kami melihat kumpulan besar malaikat-malaikat di sekeliling rumah. Mereka
membawa alat-alat musik instrumen dan menyanyi untuk kami. Mereka mengatakan
bahwa mereka datang untuk membawa Peter bersama-sama dengan mereka ke sorga.’”
“Saya menjelaskan,
‘Saudaramu telah pergi bersama-sama dengan Tuhan Yesus.’ Dan mereka semua
menangis. Peter begitu mengasihi saudara-saudaranya ini dan mereka juga
membalas kasihnya dengan rasa sayang yang sangat besar.”
Mengganti Kebencian dengan Kasih
Ada kesunyian yang
panjang dalam sel itu. Tetapi kemudian Ruth mulai bisa mendengar suara
tangisan yang berasal dari berbagai tempat di dalam sel gelap itu. Tiba-tiba,
terdengar suara teriakan kemarahan, “Terkutuklah orang-orang Red Guards!
Kenapa mereka melakukan hal yang keji seperti ini? Saya berharap bisa mencekik
leher orang-orang ini dan membunuh mereka!”
“Jangan! Jangan!”
Ruth berteriak. Kalian jangan membenci mereka. Ini adalah dendam dan lingkaran
kepahitan. Yesus mengajarkan supaya kita mengasihi semua orang bahkan mengasihi
musuh-musuh kita. Setiap hari saya berdoa untuk tentara-tentara Red Guards
ini, supaya mereka segera menemukan dan mengenal Yesus. Dengan cara yang
sama, saya juga telah berdoa bagi kalian semua. Kalian semua juga kekasih-kekasih
yang dicintai Tuhan Yesus.”
“Hah!” Cetus seseorang
dengan gerang. “Kalau Yesus sungguh-sungguh mengasihi saya, kenapa saya
ada di sini, di dalam sel yang kumuh ini?”
Ruth mulai menjelaskan
bagaimana sel yang kotor ini sama seperti dosa mereka. Hanya salib Yesus
yang sanggup menjembatani gap antara orang-orang berdosa dengan Allah yang
kudus. Yang mereka butuhkan adalah mengakui dosa-dosa mereka dan meminta
Yesus menjadikan mereka manusia yang baru.
Sekali lagi ada kesunyian
yang panjang dalam penjara itu. Dan satu persatu anggota sel itu mulai
bertekuk lutut di sampingnya, penuh tangisan mengakui dengan keras segala
dosa-dosa mereka dan memohon Yesus menyucikannya.
“Terima kasih Tuhan,”
Ruth berdoa. “Sungguh Engkau bisa mengubahkan segala sesuatunya menjadi
baik!”
Kesaksian ini menggambarkan
betapa hebatnya aniaya dan penderitaan yang dialami gereja-gereja Tuhan
di Cina. Namun semua yang dialami orang-orang ini seakan-akan memancarkan
kemuliaan Tuhan yang semakin terang dan menjadi kesaksian atas seluruh
bangsa di dunia. Keteguhan iman mereka teruji dalam dapur api. Mereka bukan
cuma mengakui Yesus dengan mulut mereka, tetapi mereka membayar pengakuan
mereka ini dengan aniaya dan penderitaan. Mereka belum pernah merasakan
datang ke gereja tiap minggu, bernyanyi memuji Tuhan, bersukacita, dan
mengharapkan untuk hidup dalam kelimpahan. Yang ada pada mereka adalah
gereja bawah tanah dan ibadah yang sembunyi-sembunyi. Mereka dikejar-kejar
oleh tentara militer, dan rawan dengan aniaya. Pengakuan iman mereka teruji
dengan tindakan yang nyata. Kuasa injil betul–betul dinyatakan dalam kehidupan
mereka. Mereka mempertahankan iman dengan nyawa mereka. Tidak ada sesuatupun
yang dapat menggoyahkan iman mereka di dalam Tuhan. Iman seperti inilah
yang dicari Tuhan.
“ ..... Akan tetapi,
jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk 18:8)
Bagian dari surat
penginjil Cina ini memberikan gambaran bahwa banyak daerah-daerah di Cina
yang belum meresponi panggilan Tuhan. Bahkan kalau seandainya kita memasukkan
70 juta orang Cina Kristen (orang yang meresponi Injil Kristus) dalam hitungan,
hitungan ini hanya mencapai kurang dari 7 persen saja orang Cina yang percaya
dan meresponi Injil Kristus.
Berdoalah supaya
Tuhan meneguhkan setiap penginjil-penginjil yang melayani desa-desa kecil
di seluruh Cina. Supaya mereka berada dalam kondisi rohani yang berapi-api.
Tragisnya, orang yang menulis surat ini telah dikubur tahun ini. Tidak ada seorangpun yang tahu apakah ia bunuh diri atau dibunuh.